JAKARTA, KOMPAS.com - Pembelian pesawat kepresidenan Boeing 737-800 Business Jet 2 dinilai sebagai sebuah pemborosan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diimbau menggunakan pesawat Garuda Indonesia karena dapat menghemat anggaran perjalanan.
Demikian disampaikan anggota Tim Advokasi Koalisi APBN untuk Kesejahteraan Rakyat, Beny Dikty Sinaga, Minggu (19/2/2012) di Jakarta. Beny mengatakan, dengan penggunaan pesawat milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), negara tidak akan mengalami kerugian. Dengan pesawat Garuda, biaya sewa yang dibayarkan oleh Sekretariat Negara akan masuk kembali ke negara.
Ia menambahkan, pengeluaran uang sewa pesawat tergantung dari frekuensi pemakaian. Dengan begitu, negara tidak perlu mengeluarkan uang lebih pada saat pesawat itu tidak digunakan. Jika pesawat itu tetap dibeli, maka negara harus mengeluarkan biaya perawatan setiap saat. Dengan pembelian pesawat milik Boeing, Beny menilai pemerintah telah melecehkan kemampuan anak bangsa di tengah optimisme rakyat yang sedang tinggi atas prestasi membanggakan, seperti prestasi siswa Sekolah Menengah Kejuruan di Solo dalam menciptakan mobil nasional merek Esemka.
"Membeli pesawat produksi Boeing tidak menghargai produk dalam negeri, sekaligus juga antiproduksi nasional karena negara kita memiliki industri strategis perakitan pesawat, yakni PT Dirgantara Indonesia," ujar Beny.
Saat ini pemerintah telah memesan sebuah pesawat Boeing yang akan dipakai khusus untuk perjalanan dinas kepresidenan. Pesawat ini sudah dibuat bahkan akan diantar pada Agustus 2013.
Kementerian Sekretaris Negara mengklaim, pembelian pesawat seharga 91,2 juta dollar AS atau lebih dari Rp 820 miliar itu lebih efisien ketimbang menyewa pesawat komersial. Biaya carter pesawat kepresidenan per tahun bisa 18 juta dollar AS atau setara dengan Rp 162 miliar. Dalam 5 tahun, biaya carter dengan perhitungan kenaikan tarif 10 persen per tahun bisa mencapai 89,5 juta dollar AS. Kalau punya pesawat sendiri, maka penghematan dalam 5 tahun bisa 32,1 dollar AS atau Rp 289 miliar.