Oy oy oy sudah lama gak update postingan dimari. meski di dunia maya sang admin masih berkarya, namun di blog sudah jarang. meski begitu admin punya blog baru. Yakni Kuroi Tenshi Sub , blog khusus meng-reupload anime-anime lawas. masih baru kok, jangan khawatir. sekian dan terima kasih.
Tujuan munculnya Kuroi Tenshi Sub adalah untuk membantu fans anime yang sering banget menemukan link anime favoritnya yang mau didonload telah kadaluarsa alias mati. blog baru ini juga tak perlu ribet-ribet karena masalah adsense, ppc, dll. so, this is FREE!!! :v
Project ini masih iseng-iseng kalau gak ada kerjaan di kampus. sudah penat sama kuliah. Baru 2anime yang baru diupload, yakni :
1. Danshi Koukusei no Nichijou
2. 5 cm Per Second.
Rencana ada 5 anime lain yang mau di re-upload :
1. Deadman Wonderland
2. Danganroppa The Animation
3. Bungaku Shoujo (Movie)
4. Machine Doll wa Kizutsukanai
5. KissxSis (Tv series)
dan masih menunggu anime lainnya :3
Promote New Blog
Peperangan antara Athena melawan Kronos sudah berlangsung
selama tiga hari. Kronos, yang dibantu Gaia, Minos, serta para Demigod dan
Hobgoblin. Mereka sudah mengepung tiga kuil utama milik Athena, diantaranya
Hephaestus, Poseidon, dan Zeus. Untuk membasmi mereka, kami para dua belas saint tangguh ditugaskan untuk mencegah
mereka di kuil utama.
Aku, bersama saint Capricorn,
Pisces, Aries, dan para prajurit ditugaskan untuk mencegah pasukan Kronos
memasuki kuil Poseidon. Perlawanan sengit kami berikan, hingga titik darah
penghabisan.
“Seraaaangggg!!”
Kronos dan Capricorn mengeraskan suara mereka, memberi
komando kepada prajuritnya, untuk saling menghabisi. Adu pedang pun terjadi
diantara para prajurit. Beribu panah dan tombak terlempar di udara, mencari
mangsa. Meski kami kalah jumlah, namun semangat kami demi Athena takkan
memudar.
“Pygmachía págou!” aku
pun mengepalkan tinju ke arah beberapa demigod yang mencoba mengepungku. Dari tinjuku,
keluarlah tenaga astral, yang kemudian membekukan mereka. Tak lama kemudian,
mereka pun hancur berkeping-keping. Dua demigod yang tersisa, kutendang mereka
tepat di kepala. Membuat mereka terkapar seketika. Setelah pertarungan pertama
usai, kulihat Pisces bertarung sengit dengan para Hobgoblin. Ia terlihat
kewalahan.
“Neró Thánatos!” tenaga astral yang ia keluarkan berubah
menjadi air bah, menghanyutkan semua Hobgoblin. Di saat yang bersamaan, tanpa
ia sadari seorang demigod mencoba menusuknya dengan belati. Aku segera berlari,
dan memukul sang demigod.
“Terima kasih telah menolongku, Aquarius. Tapi, engkau tahu
sendiri kalau belati biasa takkan bisa membunuhku. “ sindirnya.
“Tak usah sungkan, Pisces. Aku tahu engkau pasti
membutuhkanku. “ balasku, dengan nada sedikit mengejeknya.
Tak lama, beberapa prajurit Athena pun datang mengelilingi
kami, mencoba melindungi dari serangan musuh.
“Apa kau tak apa, tuan saint
Aquarius dan saint Pisces? Kami
mengkhawatirkan kalian.“ ujar Andromeda, salah satu ajudanku. Ajudan yang
menurutku luar biasa cantik, dengan wajah dan mata bulat, serta berkulit putih
mulus.
“Kami berdua tak
terluka sedikitpun, Andromeda.” Ujarku, sembari mengelus rambut dan mengusap
pipinya.
“Lebih baik kita menyusul Capricorn dan Aries. Mereka pasti
sudah berusaha ke tempat Kronos berada.” Balas Pisces, yang mengusik keberadaanku
dan Andromeda. Aku pun segera beranjak dari tempatku berdiri, lalu berlari
menuju tempat Capricorn dan Aries. Pisces, Andromeda, dan lainnya mengikutiku.
Kami terus berlari, menerobos pepohonan, menghindari ribuan
panah yang datang silih berganti. Para demigod dan hobgoblin yang mencoba
menghalangi, kami hancurkan.
“bála neró!” Pisces
mengeluarkan tenaga astral dari mulutnya, menghasilkan bola-bola air yang
mementalkan demigod.
“Ánemos kófti̱ Psychí̱!”
kukeluarkan tenaga astral, hingga berubah menjadi angin badai. Badai tersebut
sangat cepat, hingga beberapa tubuh hobgoblin terbelah menjadi banyak bagian
kecil.
Pada akhirnya, kami sampai di padang rumput yang luas. Hujan
tak menghalangi langkah. Kami seakan menangis tatkala melihat para prajurit
Athena banyak yang terluka dan tewas. Yang tersisa tinggallah Capricorn dan
Aries yang masih bisa berdiri tegak, melawan Kronos yang kini berubah menjadi
raksasa setinggi tiga meter. Terlihat olehku, beberapa prajurit yang terluka
parah seperti Perseus, Penelope, Orion, Jason, dan Hektor, yang dahulu juga
adalah teman seangkatan saat masih di akademi. Mereka berlima ditambah Januar,
yang kini berhadapan dengan Kronos, adalah sahabatku. Hanya aku dan Januar yang
terpilih menjadi dua belas saint
Athena. Aku mendapat gelar saint Aquarius,
sedangkan ia mendapatkan Capricorn.
“Januar, bagaimana kondisi saat ini?” tanyaku kepadanya. Guratan
lelah dan butir keringat terlihat dari wajahnya. Armor yang ia kenakan pun banyak terkoyak dan penyok sana-sini. Senasib
dengan Aries, yang kini terduduk lemas, ditemani oleh Andromeda dan Pisces.
“Buruk sekali. Ia terlalu kuat. Aku tak yakin kita berempat
bisa mengalahkannya, Februarius.”
“Tapi mengapa ia bisa menjadi raksasa?” aku pun masih
terheran-heran dengan kehebatan seorang Kronos, yang saat ini sedang
meraung-raung, mencoba merangsek maju menuju kuil. Pertanyaanku tak digubris
olehnya. Ia hanya bisa bergeming. Menatap matanya seolah ia telah mengalami
kekalahan pahit. Lautan putus asa dan ketakutan menghampiri dia.
“Januar, aku yakin kita bisa mengalahkannya. Athena pasti
akan membantu kita.” Aku mencoba memberinya semangat. Namun, semangatnya telah
hancur. Sama seperti para prajurit yang terluka itu.
“Pisces, sembuhkan Aries dengan tenaga pemulihanmu.
Andromeda dan para prajurit yang masih bisa berdiri, lindungi mereka yang
terluka dari para demigod dan Hobgoblin yang menyerang tiba-tiba.” Aku segera
mengambil alih komando pasukan. Mereka pun sigap, mematuhiku.
““Pygmachía págou!” kuarahkan tenaga astralku yang berupa
es, mencoba membekukan kaki kiri Kronos. Cara tersebut tak berhasil. Es terlalu
cepat mencair.
“Bagaimana bisa?” aku kaget ketika jurusku tak berhasil.
Kronos itu melihatku, lalu melancarkan jurusnya, berupa bola hitam, yang bisa
meledak saat tersentuh. Aku berhasil menghindarinya, membuat bola tersebut
menyentuh tanah. Tapi angin ledakan tersebut mengenai Januar, membuat ia
terpental.
“Sial! Mengapa Januar tak menghindar?” aku pun bergegas,
lalu menggendong Januar, yang terlihat lesu, dan memindahkannya ke tempat yang
cukup jauh dari jangkauan sang raksasa.
“Januar, ini seperti bukan dirimu yang sebenarnya.”
“Maafkan aku, Februarius. Tenaga astralku tersisa sedikit.” Aku
yang gemas melihat tingkahnya, segera menampar wajah Januar.
“Januar!! Kemana kepercayaan dirimu dan semangat pantang
menyerah yang sangat tangguh itu? Apa kau tak ingat saat engkau bisa
mengalahkan saint Leo, yang terpaksa
harus menelan ludahnya sendiri akibat kesombongannya sendiri, yang mengaku
terkuat diantara kita, para saint? Ataukah
saat kita bisa menaklukkan Hades dan para pengikutnya ketika mereka mencoba
menyerang kuil milik Apollo, saudara Athena? Dua kejadian itu sangat mirip
dengan saat ini, dimana tenaga astral yang kita miliki tinggal sedikit. Tapi,
semangatmu terus berkobar. Bahkan, para prajurit selalu membela dan
mengikutimu, seperti engkau seorang pemimpin mereka, melebihi Athena!”
“Februarius, maafkan aku karena selama ini membohongimu. Semangat
yang terus kuletupkan itu hanyalah sebagai penutup rasa takutku akan kematian.
Leo dan Hades sama seperti kita, para manusia yang bisa mati. Tapi Kronos? Ia hidup
abadi! Kuserang ia berkali-kali, ia malah semakin menjadi-jadi. Bahkan kini ia
berwujud raksasa! Bagaimana kita akan mengalahkannya?!” ocehannya hanya
menambahkan rasa maluku, tatkala aku terus mengagumi dia sebagai teman dan
sahabat. Sementara Kronos sendiri mengamuk. Tak peduli Demigod, Hobgoblin,
ataupun prajurit Athena, ia injak dan hancurkan. Terlihat Aries yang mulai
pulih, dibantu Pisces, mencoba menahannya, sembari menyelamatkan Andromeda dan
para prajurit yang tersisa.
“Dengarkan aku, Januar. Apa kau tahu Tombak Sanctuary?”
“Tombak Sanctuary? Bukankah itu hanya legenda?”
“Tidak. Athena memang memilikinya. Tombak itu pernah
digunakan untuk menaklukkan Titan, saudara Kronos. Aku telah diberitahu oleh
Athena bahwa tombak tersebut bisa membunuh Kronos, dengan menusuknya tepat di
jantungnya.”
“Tapi, tak mungkin Athena akan kesini dengan membawa tombak
tersebut, Februarius.”
Dengan astralku yang tersisa, kukeluarkan tombak tersebut. Tombak
yang indah dan besar, seukuran dengan tongkat Zeus dan Poseidon.
“Athena menitipkannya kepadaku, Januar.”
Tombak bermatakan berlian dan bergagangkan perak, yang telah
dialiri darah Titan dan doa oleh Athena. Januar terpukau dengan tombak
tersebut. Tombak itu pula yang membuat harapannya kembali. harapan untuk
menaklukkan Kronos.
“Aku akan menjadi pengalih perhatian. Februarius, kau fokus
ke jantung Kronos.”
“Yah, itu baru sahabatku.”
Kami berdua lalu melancarkan serangan. Januar berlari menuju
Kronos.
“chília bullet trén!”
tenaga astral milik Capricorn pun bergejolak, mengeluarkan ribuan bunga api
sebesar meteor. Api-api tersebut mengganggu Kronos, yang memakai lengannya
untuk menghalau serangan. Disaat yang bersamaan, kupijakkan langkahku ke lutut
kanan Kronos, lalu berpindah ke perutnya, sebelum aku berhasil berada di dada
sang raksasa. Saat Kronos membuka lengannya, ia terlambat menyadari bahwa aku
telah menancapkan tombak tersebut.
“Hooaarrrggggh!!!” raungan sang raksasa menyeruak ketika
mata tombak mulai menembus kulitnya. Sekuat tenaga kumasukkan ke dalam raga
Kronos. Hingga dapat menusuk tepat di jantungnya. Tatkala daging didalam telah
robek, mematahkan tulang rusuknya, dan menancap di jantung, serangan terakhir
sang raksasa ia lancarkan secara cepat. Dari mulutnya keluar sinar berwarna
merah kehitaman. Terlihat sinar tersebut sangat panas, melebihi cuaca di
sekitar gunung berapi saat meletus. Sinar tersebut mengarah ke Pisces dan
rombongan.
“Pisces!!! Aries!!! Cepat lari!!” teriakku. Tapi sinar itu
dapat mengejar langkah mereka.
“Tidaaaakkk!!!”
Disaat yang bersamaan, aku dan Kronos pun roboh. Sekejap mata
kulihat sinar kemerahan itu beradukan dengan nyala api yang membara kuat. Sinar
tersebut akhirnya lenyap, bersamaan dengan api tersebut.
“Api itu …. Jangan-jangan ….”
Dengan sisa tenaga yang kupunya, Aku segera bangkit untuk menghampiri
Pisces dan rombongan. Kulihat Pisces berusaha memulihkan pengendali api itu. Sedangkan
Aries, Andromeda, dan prajurit yang tersisa hanya bisa bersedih. Di saat itu
pula, kulihat Armor kuning keemasan
berbentuk layaknya wujud Capricorn yang sebenarnya, setengah kambing bertanduk
dengan berekor layaknya ikan.
“Januar, mengapa engkau mengorbankan nyawamu sendiri?” aku
merasa kecewa tak bisa menyelamatkan salah seorang sahabatku. Aku tak mau lagi
kehilangan teman dan sahabat.
“Februarius, tak usah kau bersedih. Ini memang kemauanku. Kau
berhasil sobat.” Kata-katanya seolah membuatku hancur. Air mata pun meleleh
dari pelupuk mata.
“Februarius, mungkin ini saatnya aku akan gugur sebagai
seorang pahlawan. Pisces, tolong hentikan pemulihanmu.”
“Tidak! Kamu harus kuat!”
Sayang, Pisces menghentikan pemulihannya. Ia hanya bisa
menggelengkan kepalanya, tak bisa menahan kesedihannya lagi.
“Februarius, ada satu pesan yang ingin kusampaikan kepadamu.”
“Sampaikanlah, Januar.”
“Aku akan menitipkan saudariku, Eirene, untuk menjadi
istrimu. Ia sangat mencintaimu, melebih cintanya kepada seorang kakak
sepertiku. Aku kakak yang payah.”
“Tidak, Januar. Kamu saint
terhebat yang dimiliki Athena.” Itulah kata-kata yang bisa kusampaikan
kepadanya, beberapa saat sebelum ajal menjemputnya. Ia pun tersenyum sembari
memejamkan mata untuk selamanya. Hujan pun berhenti, disertai kemunculan
pelangi yang mengiringi kematiannya.
Setelah Kronos dan pengikutnya dimusnahkan, Athena pun
mengadakan prosesi penghormatan dan pemakaman terhadap seluruh prajurit yang
tewas.
“Kunyatakan rasa dukaku terhadap salah seorang saint pemberani, Januar, yang
dianugerahi kekuatan Capricorn. Dan untuk memperingatinya, hari ini kutetapkan sebagai
hari Pelangi Januari.” Ujar Athena.
Legenda Pelangi Januari
Saat terlihat senja
memerahkan langit.
Terduduk dalam sepi,
Meski angin mencoba
menyentuh raga ini.
Berteduh dibawah
pepohonan yang rindang,
Meresapi kenangan yang
sempat terukir diantara kita.
Terasa membekas, takkan
pernah terlupa.
Meski kini engkau
meninggalkanku,
Dari dunia yang sempat
menghidupi.
Diam seribu bahasa,
Menyaksikan detik-detik
terakhir hidupmu.
Tragis memang, hingga
berurai air mataku.
Namun, ini hanyalah
seberkas takdir,
Yang membiaskan
harapan.
Cinta, satu kata
pengikat hati.
Takkan terpisah, kekal
abadi.
Kelak aku akan
menyusulmu,
Melanjutkan cumbu dan
peluk yang dulu hadir.
Mengembangkan lagi
candu asmara,
Menumbuhkan hasrat yang
membara,
Sembari berpagutan
lidah, menikmatinya disana.
Di surga yang
membahagiakanmu
Aku Akan Menyusulmu
Kemanakah cinta berlabuh,
Tatkala badai dihunjamkan.
Jangkar tak lagi bisa diturunkan,
Memantikkan ombak yang ganas,
Menghantam lambung kapal yang telah lapuk, menua,
Catnya telah usang, kelabu.
Aku hanya bisa menatap kosong,
Menahkodainya sendiri, hampa.
Tak terganggu oleh mereka,
Namun bisa kurasakan,
Pepesan kosong langit, yang menakdirkanku
Untuk tak lagi bersamanya.
Setengah karam, tapi kuberusaha bertahan.
Terpaan topan pun terasa bagaikan luka gores.
Ya, hanya satu yang membuatku terjatuh,
Dan tak bisa bangkit lagi.
Ya, itu ketika engkau menolakku,
Berpaling dengan arjuna lain.
Aku hanya bisa tersenyum.
Senyum getir yang menyakitkan,
Sangat perih, bahkan melebihi hujan es,
Yang mencoba mematikanku.
Aku akan terus disini,
Takkan kubah kemudi,
Arah yang kutuju hanya satu,
Tetap berusaha mencintaimu
#Poetry
Tatkala badai dihunjamkan.
Jangkar tak lagi bisa diturunkan,
Memantikkan ombak yang ganas,
Menghantam lambung kapal yang telah lapuk, menua,
Catnya telah usang, kelabu.
Aku hanya bisa menatap kosong,
Menahkodainya sendiri, hampa.
Tak terganggu oleh mereka,
Namun bisa kurasakan,
Pepesan kosong langit, yang menakdirkanku
Untuk tak lagi bersamanya.
Setengah karam, tapi kuberusaha bertahan.
Terpaan topan pun terasa bagaikan luka gores.
Ya, hanya satu yang membuatku terjatuh,
Dan tak bisa bangkit lagi.
Ya, itu ketika engkau menolakku,
Berpaling dengan arjuna lain.
Aku hanya bisa tersenyum.
Senyum getir yang menyakitkan,
Sangat perih, bahkan melebihi hujan es,
Yang mencoba mematikanku.
Aku akan terus disini,
Takkan kubah kemudi,
Arah yang kutuju hanya satu,
Tetap berusaha mencintaimu
#Poetry
Kapal Cinta Yang Usang
Langit senja yang indah,
Terpancarkan merahnya di udara.
Bersama dirimu, menyaksikannya bagai beribu warna.
Hening menyepi, menjadi ramai karena senyummu.
Serbuan angin seolah mendinginkan batin.
Saat ia merasakan panasnya asmara,
Terasa menyelinap hingga ubun-ubun.
Sakit memang jika tertahan,
Rasa yang terpendam
Namun terluap bahagia jika terungkap
Gelora cinta kita menghapuskan rasa rindu,
Resah tiada menghampiri sudah.
Bersamamu, selalu merasa damai diriku.
Sunyi kelabu telah tamat, berganti pelangi
Pancaran matamu, pipi putihmu yang merona
Rambut panjangmu yang berkibar, memecah angin
Melihatmu saja membuat bersemangat,
Bagaikan lentera yang menyinari.
Tiada kata hampa
yang menghinggapi,
Jikalau engkau selalu menyertaiku.
Potongan hati yang kini terlengkapi,
Saat jiwamu menyatu denganku.
Engkau hidupkan harapan yang sempat meredup,
Peluk hangatmu menenangkanku dari kalut.
Hanyalah dirimu yang ada di hatiku,
Selalu .......
Terpancarkan merahnya di udara.
Bersama dirimu, menyaksikannya bagai beribu warna.
Hening menyepi, menjadi ramai karena senyummu.
Serbuan angin seolah mendinginkan batin.
Saat ia merasakan panasnya asmara,
Terasa menyelinap hingga ubun-ubun.
Sakit memang jika tertahan,
Rasa yang terpendam
Namun terluap bahagia jika terungkap
Gelora cinta kita menghapuskan rasa rindu,
Resah tiada menghampiri sudah.
Bersamamu, selalu merasa damai diriku.
Sunyi kelabu telah tamat, berganti pelangi
Pancaran matamu, pipi putihmu yang merona
Rambut panjangmu yang berkibar, memecah angin
Melihatmu saja membuat bersemangat,
Bagaikan lentera yang menyinari.
Tiada kata hampa
yang menghinggapi,
Jikalau engkau selalu menyertaiku.
Potongan hati yang kini terlengkapi,
Saat jiwamu menyatu denganku.
Engkau hidupkan harapan yang sempat meredup,
Peluk hangatmu menenangkanku dari kalut.
Hanyalah dirimu yang ada di hatiku,
Selalu .......
Hanya Dirimu
Terasa hangat,
Saat peluk merayapi raga.
Angin berderai lembut, mengumbar sejuk.
Kulihat engkau senang, meniup mahkota bunga,
Yang kemudian berterbangan,
Merapalkan wujudnya bias.
Berjalan bersama, menyusuri rerumputan.
Tersenyum bersama, bahagia mendiami batin.
Terduduk dibawah rindangnya pepohonan,
Meneduhkan mesra yang membara,
Kala dahaga rindu terpuaskan.
Ciuman yang terumbar, terasa nyaman,
Berpagutan lidah, cumbu yang indah.
Kuresapi hangatnya dia, memberiku nikmat hidup,
Yang tiada terkira selama kuhirup udara.
Riang benar batin ini saat bergejolak,
Hingga tiada terasa matahari bergerak,
Menuju ufuk barat, menampakkan merahnya.
Kita hanya bisa menatapinya.
Sembari kepalamu kau sandarkan ke bahuku,
Manjanya dikau, memegang erat lenganku,
Tersenyum, hingga bibirmu seakan mengangkat pipimu,
Membentuk lesung manis, menambah guratan keindahan
Ya, musim semi kita,
Takkan terasa hampa, selalu ada pelangi.
Berwarna, meski hening menyaksikan kami,
Yang sedang terbalutkan cinta.
Saat peluk merayapi raga.
Angin berderai lembut, mengumbar sejuk.
Kulihat engkau senang, meniup mahkota bunga,
Yang kemudian berterbangan,
Merapalkan wujudnya bias.
Berjalan bersama, menyusuri rerumputan.
Tersenyum bersama, bahagia mendiami batin.
Terduduk dibawah rindangnya pepohonan,
Meneduhkan mesra yang membara,
Kala dahaga rindu terpuaskan.
Ciuman yang terumbar, terasa nyaman,
Berpagutan lidah, cumbu yang indah.
Kuresapi hangatnya dia, memberiku nikmat hidup,
Yang tiada terkira selama kuhirup udara.
Riang benar batin ini saat bergejolak,
Hingga tiada terasa matahari bergerak,
Menuju ufuk barat, menampakkan merahnya.
Kita hanya bisa menatapinya.
Sembari kepalamu kau sandarkan ke bahuku,
Manjanya dikau, memegang erat lenganku,
Tersenyum, hingga bibirmu seakan mengangkat pipimu,
Membentuk lesung manis, menambah guratan keindahan
Ya, musim semi kita,
Takkan terasa hampa, selalu ada pelangi.
Berwarna, meski hening menyaksikan kami,
Yang sedang terbalutkan cinta.
Musim Semi Kita
Hening pagi menyambutku,
Mengawali hari kelabuku di kota ini.
Tanpamu, kelam mulai menyelimuti.
Engkau tinggalkanku dalam perih menusuk jiwa,
Menyisakanku getir dan khianat,
Yang bersatu padu mengoyak bahagiaku.
Tak sadarkah dikau,
Dengan kepalsuan yang terucap dari bibirmu
Ketika kau mengatakan sumpah setia dahulu?
Tak ingatkah engkau membuaiku
Dengan kasih sayang yang sempat terlintas di lidahmu?
Kini, engkau hanya memberiku harapan kosong
Semuanya palsu!
Semu tiada guna!
Terasa sakit hati ini, tak tersembuhkan.
Hanya memberiku kecewa tak berujung.
Terpuruklah aku dalam putus asa,
Mesra yang kau umbar hanyalah topeng.
Terpedaya diriku dengan senyummu
Terlalu percaya terhadap janji manismu.
Hingga tak kusadari engkau menggores jiwaku
Dengan kelaknatan yang terencana.
Ingin kubangkit lagi dari rasa sakit ini,
Tapi aku tak lagi bisa.
Sayapku telah patah, hancur dimakan usia.
Rapuh raga dan jiwa, bersama harapan yang hampir sirna
Tertelan perlahan dalam lubang luka yang menganga.
Termenung, terpekur dalam diam.
Hari ini kuhanya bisa terduduk lesu.
Tak bergairah menyambut fajar.
Rasa pahit nan getir merasuki hati,
Layaknya secangkir kopi yang kuteguk
Terasa Sakit Hati Ini
Lembayung senja terasa senyap,
Hambar hati beribu terkecap.
Galau semakin memenuhi hasrat ini,
Membuatku tak lagi bergairah,
Ketika cinta hilang tiada kembali.
Kelabu merambah qalbuku.
Batin hancur berkeping
Tatkala engkau tinggalkanku
Dalam khianat yang membisu.
Sepi kini menjadi temanku,
Rindu tiada jemu menghampiri.
Meski telah tersakiti berulang kali,
Namun entah mengapa aku memaafkanmu,
Aku tak bisa berpaling darimu,
Kata cinta telah melekat kuat,
Hingga seakan bagaikan akar
Yang merambati raga.
"Adinda, mengapa takdir cinta engkau lepaskan?"
"Apakah harta membuatmu buta akan kehadiranku?"
Pertanyaan itu seolah terngiang-ngiang,
Menghantuiku.
Sumpah cinta yang dulu kita ucap,
Kini hanya tinggal pepesan kosong
Aku hanya bisa diam seribu bahasa,
Menatap kosong sembari mencoba
Tuk mencicipi tenangnya angin yang berderai lembut
Mencoba mendinginkan emosi yang tertahan.